My Coldest CEO

37| Met a Man



37| Met a Man

0Duduk di taman tanpa adanya seorang teman yang berada di sampingnya, kini Felia tengah sibuk memandang lurus ke arah sebuah air mancur tepat pada tengah taman.     

Entah ia tidak tahu harus kemana karena hanya memiliki uang beberapa dolar saja yang sudah pasti tidak akan bisa membuat perutnya terisi dengan sesuatu makanan. Bahkan, ingin kembali ke mansion megah Leo pun ia tidak berminat karena kejadian tadi membuat dirinya berpikir jika memang benar kemewahan tidak layak bagi wanita sederhana sepertinya.     

Menghembuskan napasnya, akhirnya ia memutuskan pandangan dengan air mancur itu.     

"Hai, sendirian aja nih."     

Suara bariton yang terdengar jelas masuk ke dalam indra pendengaran Felia, ia berharap jika itu adalah Leo. Tapi setelah ia menolehkan kepala ke sumber suara, ternyata laki-laki tersebut bukanlah yang ia harapkan. Hei, memangnya siapa yang tidak berharap saat di posisinya seperti ini? Sungguh, walaupun ego merampas segala kesempatan untuk hidup menjadi lebih baik lagi dengan Leo, ia masih ingin laki-laki itu kembali.     

Tidak boleh munafik!     

Menampilkan sebuah senyuman tipis, Felia menggeser tubuhnya kala laki-laki yang tadi menyapa dirinya itu mulai mendaratkan bokong satu kursi dengannya. "Iya, hai." ucapnya yang hanya membalas dengan sapaan balik. Bahkan, ia tidak berminat untuk memberitahukan kenapa dirinya bisa sendiri di sini.     

"Cuek banget, ada hati yang harus di jaga ya?" tanya laki-laki itu lagi. Tangannya menggenggam botol air mineral, ah tidak lebih tepatnya ternyata infused water karena terdapat potongan lemon di dalamnya.     

Felia tentu saja bergeming. Berbicara dengan orang yang dikenal saja ia masih sangat kaku, apalagi dengan orang yang baru mengajaknya mengobrol dan sebelumnya tidak pernah bertemu.     

Melihat wanita di sebelahnya ini hanya diam saja, laki-laki itu mulai memutar otak. "Ya iya lah pasti kamu udah punya pacar, orang cantik gitu ya kali gak ada laki-laki yang mau sama kamu." ucapnya sambil terkekeh kecil.     

Gombalan klasik sepertinya masih menjadi andalan semua laki-laki yang ada di dunia ini dalam fase pendekatan diri pada wanita.     

Felia menaikkan sebelah alisnya, yang tadinya tidak terlalu berminat menatap jelas wajah laki-laki yang mengajaknya berbicara, kini ia menolehkan kepala. "Kata siapa aku cantik? lihat saja penampilan ku berbeda daripada wanita lain." ucapnya dengan nada suara lesu.     

Lagi dan lagi, kinerja otaknya membayangkan sebuah perbandingan antara dirinya dengan Azrell. Oke, ia mulai tidak percaya diri dengan penampilan.     

"Siapa yang bilang kamu gak cantik? semua wanita di dunia ini cantik pada porsinya masing-masing. Masalah tampilan yang berbeda, memangnya penting ya? tampilan bukan segalanya."     

Entah kenapa, hanya kalimat singkat namun membuat Felia merasa tenang. Ia benar-benar seperti terhipnotis dengan kata-kata laki-laki yang berada di sampingnya ini.     

Mereka dicueki kembali oleh Felia, sang laki-laki pun menjentikkan jemarinya di hadapan wanita itu. "Kenalin, nama aku Lethuce Fabrio dan panggil saja Rio." ucapnya, setelah kesadaran Felia kembali ia langsung saja menjulurkan tangannya. Tentu saja ini sebagai pembuka dari pertemuan merek, ya walaupun terdengar dirinya yang sok akrab.     

Felia menaikkan sebelah alisnya, namun tak ayal membalas juluran tangan tersebut dengan sekali hentakan ringan lalu menariknya kembali. "Felia Azruela, panggilan ku terserah kamu." ucapnya dengan senyuman tipis.     

Bagaimana pun juga, ia harus selalu bersikap ramah pada orang lain. Lagipula, wajah Rip bebas dari ciri-ciri kriminalitas. Kalaupun laki-laki yang berada satu kursi dengannya ini adalah seorang penjahat, nama mungkin membawa saputangan bercorak boneka beruang di sudutnya?     

Penjahat terlalu menyeramkan untuk memakai saputangan model seperti itu, iya kan?     

"Oke, aku akan memanggil kamu sweet?"     

"Kenapa sweet?"     

"Iya, sayang..."     

Tunggu sebentar, Felia mengerjapkan kedua bola matanya karena belum mengerti dengan guyonan yang dilemparkan Rio untuk dirinya. Loh kenapa bisa ia malah tidak paham dari laki-laki tersebut, padahal itu adalah gombalan yang sangat klasik. Terkekeh kecil karena Rio bisa menghibur dirinya, ia cukup sedikit lupa dengan masalah di pusat perbelanjaan tadi.     

"Jangan gitu, suka goda-godain wanita. Bagaimana kalau nanti dia baper? atau lebihnya malah menuntut balas perasaan? memangnya mau bertanggung jawab?" protes Felia. Tidak, ia bukannya tidak ingin digombali oleh Rio karena mampu membuatnya jatuh cinta. Ia hanya tidak ingin saja kalau laki-laki itu salah target dan membuat hal yang di lakukan serupa dengannya akan berdampak berbeda.     

"Tapi, jujur saja jika kamu mulai menyukai aku." ucapan dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi itu tentu saja keluar dari dalam mulut Rio.     

Sepertinya, kini telah datang seorang laki-laki humoris dengan tingkah humor yang memang benar-benar rendah. Bahkan tidak berniat membuat orang lain tertawa pun sepertinya tidak akan berhasil karena bakat murni.     

Felia menaikkan sebelah alisnya, tapi sebuah kekehan kecil masih singgah di permukaan wajahnya. "Loh kok jadi aku yang kena? harusnya kamu lah, kenapa tiba-tiba dateng ke aku." ucapnya sambil menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan tingkah Rio yang mengembalikan suasana hatinya seperti semula.     

Rio tentu saja dapat melihat kilatan penuh luka yang berada di kedua manik mata Felia. Entah kenapa, baginya wanita itu adalah sesuatu yang sangat berharga di muka bumi ini. Jadi, melihat salah satu dari mereka memancarkan sorot luka membuat dirinya serasa ingin menghibur lebih jauh lagi. "Aku tau kalau kita baju kenalan beberapa manit, tapi kalau kamu punya masalah dan ingin menangis, keluarkan saja tangisan mu supaya merasakan ketenangan." ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman.     

Kembali menoleh ke arah Rio, Felia hampiri tidak percayalah karena masih ada laki-laki dengan tingkat kepedulian yang cukup tinggi pada orang lain. Biasanya, laki-laki lebih dominan cuek dan tidak peduli dengan apa yang dirasakan orang lain.     

"Terimakasih," hanya kalimat ini saja yang bisa keluar dari mulut Felia untuk Rio.     

Baginya, ini adalah pertemuan secara cukup dekat dengan laki-laki selain Leo. Biasanya, kalau ada orang yang mengajaknya berkenalan, ia lebih baik tutup telinga dan dikatai tuli. Tapi sepertinya suasana untuk menghiraukan Rio tidak mendukung, apalagi mengingat kondisinya yang memang benar-benar membutuhkan seseorang untuk tetap berada di sisinya.     

"Kamu mau es krim?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya, pertanda bahwa ucapannya sangat bersungguh-sungguh.     

Felia yang mendengar itu pun mengerjapkan kedua bola matanya, lalu menatap Rio seolah-olah bertanya dimana kah tempat es krim yang laki-laki tersebut maksud.     

"Ikut dengan ku, mau?"     

Tentu saja Felia kurang setuju dengan ajakan itu, ia sebagai wanita yang sendiri sangat takut apalagi tidak kenal dengan orang-orang. Kalaupun dirinya bisa menghubungi Leo saat ini, ia akan lakukan. Sayangnya, baterai ponsel miliknya sudah habis.     

Dengan gelengan kecil, ia semakin menjauhi tubuhnya dari Rio. "Maaf, lebih baik kamu saja yang makan es krim. Aku tidak minat," ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman yang terlihat sangatlah kaku.     

Rio terkekeh kecil kala melihat Felia yang bergerak menjauhi dirinya. Sungguh, kenapa bisa ada wanita yang masih selugu ini? menghargai keputusan Felia, ia menganggukkan kepalanya. "Baiklah kalau kamu tidak mau, tapi seharusnya jangan takut dengan ku." ucapnya. Bagaimana bisa seorang wanita yang satu ini menatap dirinya sebagai penjahat? sedangkan para wanita lain juga mengejar-ngejar dirinya.     

Lagipula, Rio tidak ada niatan untuk menculik. Ia masih ingin berfoya-foya di bar dengan hasil uang jerih payahnya sendiri. Sudah tidak perjaka? tentu saja! ia mengencani berbagai macam wanita, namun dilihat juga dari segi kesehatan supaya tidak terkena penyakit menular.     

"Tentu saja aku harus takut dengan laki-laki yang tidak di kenal, tiba-tiba mengajak ku berbicara."     

"Ya karena tidak ingin kamu bersedih? lagipula aku melontarkan guyonan kepada mu."     

"Tapi tetap saja, aku tidak percaya.*     

Felia menatap Rio, memang benar sih perawakan laki-laki itu jauh dari penjahat. Atau bisa jadi Rio memanglah seorang penjahat dengan ciri-ciri kelembutan yang tercetak jelas di tubuhnya? oh tidak, karena bisa saja kemungkinan itu benar!     

"Kalau aku berniat menculik mu juga tidak akan bisa, Leonardo Luis, iya kan?"     

Felia membelalakkan matanya lebar-lebar, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Rio. "M-maksud kamu?" tanyanya dengan nada yang kebingungan. Bukankah tadi laki-laki itu tidak tahu alasannya menangis? kenapa tiba-tiba saja tahu?     

"Iya, memangnya siapa yang tidak tau dia? media sosial ramai karena diri mu di anggap sebagai orang ketiga di hubungan mereka."     

Penjelasan dari Rio membuat Felia mengubah raut wajahnya menjadi biasa lagi, ia menghembuskan napas berat. "Lagipula aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Leo, orang-orang yang berlebihan."     

"Ya itu dia, orang-orang selalu membicarakan hal yang terjadi bukan hal yang menyangkut kenyataan."     

"Jadi, apa kamu menganggap ku dengan hal yang serupa seperti mereka?"     

"Tentu saja tidak, memangnya aku laki-laki yang gemar membicarakan orang lain tanpa tahu bagaimana kejadian aslinya? kalaupun tidak tahu aku tidak akan membicarakannya juga karena hal itu sangat melanggar hak dan privasi."     

Felia cukup tersentuh dengan apa yang dikatakan Rio. Walaupun ia tahu saat ini ada banyak orang yang akan menganggap dirinya si perusak, setidaknya ia tahu ada seorang laki-laki yang tidak ikut-ikutan berpikir seperti itu. "Terimakasih," ucapnya. Lagi dan lagi hanya ucapan magic word itu saja yang keluar dari mulutnya, hei sudah ia bilang kalau dirinya ini wanita kaku!     

"Katakan sesuatu selain terimakasih, Fe."     

"Apa?"     

"Misalnya seperti ini saja, 'terimakasih ya Rio atas informasinya, bagaimana kalau kita next bertemu akan mentraktir sesuatu?' ya setidaknya seperti itu"     

Saat Rio menirukan suara wanita saat laki-laki itu mengatakan kalimat yang seharusnya menjadi bagiannya, gelak tawa Felia terdengar.     

"Tidak, aku tidak akan mengatakan hal itu."     

Toh kalau takdir mempertemukan mereka kembali, ya pasti hanya untuk sekedar bercengkrama kecil.     

"Iya, pasti Leo akan membunuh ku kalau sampai menyentuh mu. Karena yang aku tau, wanita yang dekat dengan dia pasti memiliki posisi spesial di dalam hatinya."     

"Bagaimana kau tau semua itu? tadi berlagak layaknya peramal, dan sekarang juga."     

"Ya aku laki-laki, dan bisa membaca raut wajah Leo yang sepertinya dia sangat mencintai kamu."     

"Kenapa bisa tau segala hal sih?"     

"Ya memangnya kamu pikir tidak ada yang memvideokan kalian dan di sebar di sosial media? Leo orang besar, Fe. Banyak orang yang mengagumi dirinya karena menjadi laki-laki yang sangat sukses tapi tidak memiliki wanita yang benar-benar ada di hatinya."     

Entah perasaan Felia saja atau bagaimana, tapi ia merasa jika Rio sangat bawel tapi di satu sisi juga tau banyak hal tentang Leo. Bahkan, dirinya pun yang dekat dengan laki-laki itu tidak tahu apapun.     

"Ekhem, asyik banget ya ngobrolnya."     

Bukan suara Felia, apalagi Rio. Suara bariton itu mampu membuat mereka terpaku dengan kehadiran seorang laki-laki yang sedaritadi sedang dibicarakan.     

"L-leo?"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.